UU No 11/2008

From   

UU No 11/2008 "Informasi dan Transaksi Elektronik"

  • Pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan, yang harus senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat.
  • Globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia. Sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional.
  • Perkembangan Teknologi Informasi memicu lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.

UU No 19/2016 "Perubahan Pertama UU ITE"

  • Untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain. Untuk memenuhi tuntutan yang adil, sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis. Maka perlu dilakukan perubahan terhadap UU ITE agar terwujud keadilan, ketertiban umum dan kepastian hukum

UU No 1/2024 "Perubahan Kedua UU ITE"

  • Untuk menjaga ruang digital Indonesia yang bersih, sehat, beretika, produktif dan berkeadilan, perlu diantur pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik yang memberikan kepastian hukum, keadilan, dan juga melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan, sebagai akibat penyalahgunaan Teknologi Informasi yang mengganggu ketertiban umum.
  • Beberapa ketentuan UU ITE dalam pelaksanaannya masih menimbulkan multitafsir dan kontroversi di masyarakat, sehingga perlu dilakukan perubahan untuk mewujudkan rasa keadilan masyarakat dan kepastian hukum.

Dasar hukum

  • UUD 1945 Pasal 5 (1) : Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
  • UUD 1945 Pasal 20 : Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Jika sesuatu rancangan Undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

Perubahan pertama

  • UUD 1945 Pasal 5(1) : Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
  • UUD 1945 Pasal 20 : Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Jika sesuatu rancangan Undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
  • UUD 1945 Pasal 25A : Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang
  • UUD 1945 Pasal 28D (1) : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
  • UUD 1945 Pasal 28E (2) : Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
  • UUD 1945 Pasal 28E (3) : Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
  • UUD 1945 Pasal 28F  : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
  • UUD 1945 Pasal 28G (1) : Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
  • UUD 1945 Pasal 28J (2) : Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
  • UUD 1945 Pasal 33 (2) : Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

Perubahan kedua

  • UUD 1945 Pasal 5(1) : Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
  • UUD 1945 Pasal 20 : Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Jika sesuatu rancangan Undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
  • UUD 1945 Pasal 28D(1) : Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
  • UUD 1945 Pasal 28E : Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
  • UUD 1945 Pasal 28F : Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
  • UUD 1945 Pasal 28G(1) : Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
  • UUD 1945 Pasal 28(I) : Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. ) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia

sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangundangan.

  • UUD 1945 Pasal 28(J) : Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Isi

Definisi

  • Informasi Elektronik : Data elektronik (tulisan, suara, gambar, dll)
  • Transaksi Elektronik : Perbuatan hukum yang dilakukan menggunakan perangkat elektronik

Perubahan pertama :

  • Keberadaan informasi & dokumen elektronik mengikat dan diakui sebagai alat bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik, terutama dalam pembuktian dan hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.

Perubahan kedua :

  • Informasi & Dokumen Elektronik, dan hasil cetaknya, merupakan alat bukti hukum yang sah, kecuali diatur lain dalam Undang-Undang.
  • Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik atau privat.
  • Transaksi Elektronik berisiko tinggi menggunakan Tanda Tangan Elekronik yang diamankan dengan Sertifikat Elektronik
  • Penyelenggara Sertifikasi Elektronik yang beroperasi di Indonesia harus berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia, kecuali jika penyelenggaraan layanan Sertifikat Elektronik belum tersedia di Indonesia.
  • Pengakuan timbal balik untuk mengenali Sertifikat Elektronik antarnegara didasarkan pada perjanjian kerjasama.
  • Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik diatur dalam Peraturan Pemerintah.
  • Penyelenggara Sertifikasi Elektronik dapat menyelenggarakan layanan : Tanda Tangan Elektronik, segel elektronik, penanda waktu elektronik, layanan pengiriman elektronik tercatat, autentikasi situs web, preservasi tanda tangan/segel elektronik, identitas digital, atau layanan lain yang menggunakan Sertifikat Elektronik. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan layanan ini diatura dalam Peraturan Pemerintah.
  • Kontrak Elektronik internasional yang menggunakan klausula baku yang dibuat oleh Penyelenggara Sistem Elekronik diatur dengan hukum Indonesia, dalam hal (1) pengguna layanan Penyelenggara Sistem Elektronik salah satu pihak berasal dari Indonesia dan memberikan persetujuannya di yurisdiksi Indonesia; (2) tempat pelaksanaan kontrak di wilayah Indonesia; (3) Penyelenggara Sistem Elektronik melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Kontrak Elektronik tersebut menggunakan bahasa yang sederhana, jelas, mudah dipahami serta menjunjung tinggi prinsip iktikad baik dan transparansi.

Penyelenggara Sistem Elektronik

  • Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal, aman serta bertanggung jawab (kecuali jika dapat dibuktikan, mengenai terjadinya keadaan memaksa atau kelalaian-kesalahan pihak pengguna).
  • Sepanjang tidak ditentukan lain oleh UU tersendiri, setia Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik dengan persyaratan minimum :
    • Dapat menampilkan kembali informasi secara utuh, sesuau masa retensi yang ditetapkan UU.
    • Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keontetikan, kerahasiaan dan keteraksesan informasi.
    • Dilengkapi dengan petunjuk cara penggunaan. Beroperasi sesuai dengan prosedur petunjuk cara penggunaan. Memiliki mekanisme untuk menjaga kebaruan, kejelasan dan kebertanggungjawaban petunjuk cara penggunaan.

Perubahan pertama :

  • Penyelenggara Sistem Elektronik adalah setiap Orang, penyelenggara negara, Badan Usaha dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Sistem Elektronik, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, kepada pengguna Sistem Elektronik, untuk keperluan dirinya atau pihak lain.
  • Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus informasi yang tidak relevan, yang berada di bawah kendalinya, atas permintaan Orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
  • Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan informasi yang sudah tidak relevan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ketentuan tata cara penghapusan tersebut diatur dalam peraturan pemerintah.

Perubahan kedua :

  • Yang dimaksud dengan bertanggung jawab adalah ada subjek hukum yang bertanggung jawab secara hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.
  • Penyelenggara Sistem Elekronik wajib memberikan perlindungan bagi anak yang menggunakan Sistem Elekronik.
  • Penyelenggara Sistem Elekronik wajib menyediakan informasi mengenai batasan minimum usia anak yang dapat menggunakan produk layanannya, mekanisme verifikasi pengguna anak, dan mekanisme pelaporan penyalahgunaan produk, layanan dan fitur yang melanggar atau berpotensi melanggar hak anak.
  • Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dikenai sanksi administratif (teguran, denda, penghentian sementara, pemutusan akses).
  • Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi. Instansi tersebut harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang elektroniknya, serta menghubungkannya ke pusat data tertentu untuk kepentingan pengamanan data.

Pemblokiran akses

Perubahan pertama :

  • Pemerintah wajib melakukan pencegahan penyebarluasan informasi elektronik yang memiliki muatan terlarang. Pemerintah berwenang melakukan pemutusan akses, atau memerintahkan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan akses. Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam peraturan pemerintah.

Perubahan kedua :

  • Pemerintah berwenang melakukan pemutusan Akses dan memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan Akses terhadap Informasi/Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum (pornografi, perjudian, atau muatan lain).
  • Pemerintah berwenang memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan moderasi konten terhadap Informasi/Dokumen Elektronik yang memiliki muatan berbahaya bagi keselamatan nyawa / kesehatan individu / masyarakat.
  • Pemerintah bertanggung jawab dalam mendorong terciptanya ekosistem digital yang adil, akuntabel, aman dan inovatif. Oleh karena itu, pemerintah berwenang memerintahkan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan penyesuaian pada Sistem Elektronik atau melakukan tindakan tertentu. Jika Penyelenggara Sistem Elektronik melanggar perintah ini, dikenakan sanksi administratif (teguran tertulis, denda administratif, penghentian sementara, pemutusan akses)

Penyadapan

Diperjelas pada perubahan pertama.

Berdasarkan Putusan MK No 5/PUU-VII/2010, MK berpendapat bahwa kegiatan dan kewenangan penyadapan merupakan hal yang sangat sensitif. Karena di satu sisi merupakan pembatasan hak asasi manusia, tetapi di sisi lain memiliki aspek kepentingan hukum. MK berpendapat bahwa karena penyadapan merupakan pelanggaran atas HAM, sangat wajar dan sudah sepatutnya jika negara ingin menyimpangi hak privasi warga negara tersebut, negara haruslah menyimpanginya dalam bentuk UU, bukan dalam bentuk peraturan pemerintah, sebagaimana ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 28J(2) : "Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis."

  • Pengecualian untuk intersepsi atau penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang. Ketentuan tata cara intersepsi diatur dengan undang-undang.

Larangan dan sanksi

  • 27 (1,2,3,4) : maks 6 tahun - Rp 1 milyar
    • Penyebaran muatan pelanggaran kesusilaan, perjudian, penghinaan, pencemaran nama baik
    • Jika menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak : pemberatan sepertiga dari pidana pokok
    • Perubahan pertama : Pasal 27 (3) mengacu pada ketentuan pencemaran nama baik / fitnah yang diatur dalam KUHP
    • Perubahan pertama : Pasal 27 (4) mengacu pada ketentuan pemerasan / pengancaman yang diatur dalam KUHP
    • Berdasarkan Putusan MK No 50/PUU-VI/2008 dan No 2/PUU-VII/2009, tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dalam bidang ITE bukan semata-mata sebagai tindak pidana umum, melainkan sebagai delik aduan. Penegasan mengenai delik aduan dimaksudkan agar selaras dengan asas kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Putusan MK ini telah dimasukkan pada Perubahan Pertama UU No 11/2008
    • Perubahan kedua : Menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya Informasi/Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum : maks 6 tahun, Rp 1 milyar. Pengecualian jika dilakukan demi kepentingan umum, dilakukan untuk pembelaan atas dirinya sendiri, atau dalam bentuk karya seni, budaya, olahraga, kesehatan atau ilmu pengetahuan.
    • Perubahan kedua : Peningkatan hukuman penyebaran muatan perjudian : maks 10 tahun, Rp 10 milyar
    • Perubahan kedua : Menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi/Dokumen Elektronik : maks 2 tahun, Rp 400 juta.
      • Hal ini meruapakan tindak pidana aduan yang hanya dapat dituntut atas pengaduan korban / orang yang terkena tindak pidana. Bukan oleh badan hukum.
      • Jika tuduhan tersebut fitnah, maks 4 tahun, Rp 750 juta.
      • Pengecualian untuk kepentingan umum atau terpaksa membela diri.
    • Perubahan kedua : Mendistribusikan atau mentransmisikan Informasi/Dokumen Elektronik untuk memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk memberikan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, menghapuskan piutang, maks 6 tahun Rp 1 milyar. Jika dilakukan dalam lingkungan keluarga, penuntutan pidana hanya dapat dilakukan atas aduan.
    • Perubahan kedua : Mendistribusikan atau mentransmisikan Informasi/Dokumen Elektronik dengan ancaman pencemaran, atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya (1) memberikan suatu barang; (2) memberi utang, membuat pengakuan utang, menghapuskan piutang. Maks 6 tahun, Rp 1 milyar. Hanya dapat dituntut atas pengaduan korban tindak pidana.
  • 28 (1,2) : maks 6 tahun - Rp 1 milyar
    • Penyebaran berita bohong, menyesatkan, SARA
    • Perubahan pertama  : Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik : maks 6 tahun, Rp 1 milyar
    • Perubahan pertama : Menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu/kelompok masyarakat tertentu, berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) : maks 6 tahun, Rp 1 milyar
    • Perubahan kedua : Mendistribusikan atau mentransmisikan Informasi/Dokumen Elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiel bagi konsumen dalam Transaksi Elektronik. 6 tahun, Rp 1 milyar.
    • Perubahan kedua : Mendistribusikan atau mentransmisikan Informasi/Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu / kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental atau disabilitas fisik. 6 tahun, 1 milyar.
    • Perubahan kedua : Menyebarkan Informasi/Dokumen Elektronik yang memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat. 6 tahun, 1 milyar.
  • 29 : maks 12 tahun - Rp 2 milyar
    • Ancaman kekerasan dan menakut-nakuti
    • Perubahan pertama : Mengirimkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi : maks 4 tahun, Rp 750 juta
    • Perubahan kedua : Mengirimkan Informasi/Dokumen Elektronik secara langsung kepada korban, yang berisi ancaman kekerasan / menakut-nakuti. 4 tahun, 750 juta.
  • 30 (1) : maks 6 tahun - Rp 600 juta
    • Mengakses sistem elektronik milik orang lain
  • 30 (2) : maks 7 tahun - Rp 700 juta
    • Mengakses sistem elektronik milik orang lain, untuk memperoleh informasi elektronik
  • 30 (3) : maks 8 tahun - Rp 800 juta
    • Mengakses sistem elektronik milik orang lain, dengan menerobos sistem pengamanan
  • 31 (1,2) : maks 10 tahun - Rp 800 juta
    • Melakukan penyadapan, intersepsi atau intersepsi dengan perubahan (pengecualian untuk penegakan hukum)
  • 32 (1) : maks 8 tahun - Rp 2 milyar
    • Memodifikasi atau menyebarkan informasi elektronik milik orang lain
  • 32 (2) : maks 9 tahun - Rp 3 milyar
    • Mentransfer informasi elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak
  • 32 (3) : maks 10 tahun - Rp 5 milyar
    • Membuka informasi elektronik yang bersifat rahasia, menjadi dapat diakses oleh publik, dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
  • 33 : maks 10 tahun - Rp 10 milyar
    • Merusak sistem elektronik
  • 34 (1) : maks 10 tahun - Rp 10 milyar
    • Memproduksi, menjual, menyediakan atau memiliki perangkat keras/ perangkat lunak/akses ke perangkat lunak yang dirancang khusus untuk memfasilitasi perbuatan yang dilarang (pengecualian untuk penelitian oleh lembaga penelitian berizin dan pengujian sistem)
  • 35 : maks 12 tahun - Rp 12 milyar
    • Melakukan manipulasi informasi elektronik dengan tujuan agar informasi tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik
  • 36 : maks 12 tahun - Rp 12 milyar
    • 27 - 34 + mengakibatkan kerugian bagi orang lain
  • Serangan ditargetkan ke sistem milik Pemerintah / layanan publik : pidana pokok ditambah sepertiga
  • Serangan ditargetkan ke badan strategis (pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan, lembaga internasional, otoritas penerbangan) : pidana pokok + dua pertiga
  • Serangan dilakukan korporasi : pidana pokok + dua pertiga

Penyidikan

Diperjelas pada perubahan pertama.

  • Penyidikan di bidang ITE dilakukan dengan memperhatikan perlindungan privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik dan keutuhan data, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Penggeledahan dan penyitaan Sistem Elektronik dilakukan seusai dengan ketentuan hukum acara pidana
  • Penyidik berwenang
    • Menerima laporan
    • Memanggil setiap pihak untuk diperiksa sebagai tersangka atau saksi
    • Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan
    • Melakukan pemeriksaan terhadap Orang / Badan Usaha yang diduga melanggar
    • Melakukan pemeriksaan terhadap sarana yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana
    • Melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan sebagai tempat melakukan tindak pidana
    • Menyegel dan penyita sarana yang diduga digunakan secara menyimpang
    • Membuat suatu data yang terkait tindak pidana agar tidak dapat diakses
    • Meminta informasi yang terdapat di dalam Sistem Elektronik
    • Meminta bantuan ahli
      • Perubahan kedua : Yang dimaksud dengan "ahli" adalah orang yang memiliki keahlian khusus di bidang Teknologi Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan baik secara akademis maupun praktis mengenai pengetahuannya tersebut.
    • Mengadakan penghentian penyidikan
    • Perubahan kedua : Penyidik dapat memerintahkan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan pemutusan Akses secara sementara terhadap akun media sosial, rekening bank, uang elektronik, atau aset digital.
  • Penyidik memberitahukan dimulainya penyidikan kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Jika penyidikan sudah selesai, penyidik menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
  • Penyidik dapat bekerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagai informasi dan alat bukti, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Penetapan

  • Pada saat berlakunya UU ini, semua Peraturan Perundang-undangan dan kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan TI (yang tidak bertentangan dengan UU ini) dinyatakan tetap berlaku.
  • UU ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
  • Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 tahun setelah diundangkannya UU ini.

Disahkan di Jakarta, 21 April 2008 Presiden Republik Indonesia

Susilo Bambang Yudhoyono

Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia

Andi Mattalata

UU ini telah menghadapi beberapa kali uji materiil di MK, dengan Putusan MK No 50/PUU-VI/2008, No 2/PUU-VII/2009, No 5/PUU-VIII/2010 dan No 20/PUU-XIV/2016.

Penetapan (perubahan pertama)

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan

Disahkan di Jakarta, 25 November 2016 Presiden Republik Indonesia

Joko Widodo

Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia

Yasonna H. Laoly

Terdapat keberatan sebagain masyarakat terhadap Pasal 27(3) dan Pasal 28(2), yang telah beberapa kali diajukan Uji Materi (Judicial Review) di Mahkamah Konstitusi.

Penetapan (perubahan kedua)

Pada saat UU ini mulai berlaku, ketentuan dalam Pasal 27 (1), 27A, 28 (2), 28(3), 36, 45(1), 45(2), 45(4), 45(5), 45(6), 45(7), 45A(2) dan 45A(3) berlaku sampai diberlakukannya UU No 1/2023 "Kitab Undang-Undang Hukum Pidana".

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Disahkan di Jakarta, 2 Januari 2024 Presiden Republik Indonesia

Joko Widodo

Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia

Pratikno

Kasus hukum

Peretasan

Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menangkap warga berinisial SH (28) terkait kasus peretasan server operator seluler.[1]

Pengungkapan kasus tersebut bermula dari laporan Saudara AK selaku kuasa hukum operator seluler. Tim NOC operator mendeteksi transaksi isi ulang pulsa anomali yang dilakukan secara berturut-turut pada 25 Juni, 27 Juni, 30 Juni, 2 Juli, 3 Juli, 8 Juli dan 10 Juli 2024. Hal ini merugikan operator sebesar Rp 350 juta.

Terdapat dua alat bukti yang sah, yakni berupa keterangan saksi dan jejak digital terkait log akses ke server operator beserta credential login yang didapat. Polisi telah menetapkan SH sebagai tersangka.

Tersangka dijerat dengan UU ITE :

  • Pasal 30(1) : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
  • Pasal 46(1) : Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
  • Pasal 32(1) : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.
  • Pasal 48(1) : Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
  • Pasal 35 : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
  • Pasal 51(1) : Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Provokasi

Seorang pemuda (23) ditangkap aparat kepolisian Polda Metro Jaya. Pemuda tersebut diduga menghasut dan menjadi provokator agar massa melakukan kekerasan dalam aksi di Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, pada Rabu (20/9/2023). Polisi menyita telepon seluler (ponsel) milik tersangka yang diduga digunakan untuk menyebarkan pesan berantai melalui aplikasi WhatsApp (WA). Atas perbuatannya, tersangka dikenakan dengan : [2]

  • UU No 19/2016 - Pasal 45A (2) : Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (21 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000. 000,00 (satu miliar rupiah).
  • UU No 11/2008 - Pasal 28 (2) : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)
  • KUHP Pasal 156 : Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda.
  • KUHP Pasal 160 : Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.5 juta.

Media sosial

PA dipastikan hadir memenuhi panggilan Bareskrim Polri terkait cuitannya.[3] Sebelumnya, KNPI melaporkan PA ke Bareskrim Polri. Dalam laporan ini, PA diduga melanggar :

  • Pasal 29 : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
  • Pasal 45 (3) : Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
  • Pasal 27 (3) : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
  • Pasal 45A (2) (Perubahan Kedua) : Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  • Pasal 310 KUHP : Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta. Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
  • Pasal 311 KUHP : Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis diperbolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya, dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Referensi

  1. UU No 11/2008 "Informasi dan Transaksi Elektronik"
  2. UU No 19/2016 "Perubahan Pertama Atas UU No 11/2008'
  3. UU No 1/2024 "Perubahan Kedua Atas UU No 11/2008"