UU No 31/1999

From   

UU No 31/1999 "Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi" (16 Agustus 1999, Bacharuddin Jusuf Habibie)
UU No 20/2001 "Perubahan atas UU No 31/1999" (21 November 2001, Megawati Soekarnoputri)

Dasar hukum

  • UU No 3/1971 "Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi" sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat.
  • UUD 1945 Pasal 5(1) : Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
  • UUD 1945 Pasal 20(1) : Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
  • Tap MPR No XI/MPR/1998 "Penyelenggara Negara yang Bersih - Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme"

Isi

  • Memperkaya diri sendiri (atau orang lain, atau korporasi) dengan merugikan keuangan negara, dipidana penjara seumur hidup, atau penjara 4 - 20 tahun dan denda Rp 200 juta- Rp 1 milyar. Dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
  • Menguntungkan diri sendiri (atau orang lain, atau korporasi), merugikan keuangan negara, dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan/kedudukan, dipidana penjara seumur hidup, atau penjara 1 - 20 tahun dan atau denda Rp 50 juta - Rp 1 milyar.
  • Pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidana.
  • Memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri, karena kekuasaan atau wewenang yang melekat pada kedudukannya, dipidana 3 tahun, maksimal 150 juta.
  • Mencegah, merintangi, menggagalkan proses penyidikan, penuntutan, pemeriksaan terhadap perkara korupsi, dipidana 3 - 12 tahun, 150 juta - 600 juta
  • Sengaja tidak memberi keterangan atau sengaja tidak memberi keterangan yang tidak benar, 3 - 12 tahun, 150juta - 600 juta

Pemberatan hukuman pada KUHP

  • Penyuapan (209 KUHP) : 1 - 5 tahun, 50jt - 250jt
    • Barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud menggerakkannya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Barang siapa memberi sesuatu kepada seorang pejabat karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
  • Penyuapan hakim & ahli (210 KUHP) : 3 - 15 tahun, 150jt - 750jt
    • Barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan tentang perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; Barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang yang menurut ketentuan undang-undang ditentukan menjadi penasihat atau adviseur untuk menghadiri sidang atau pengadilan, dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diherikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.
  • Pengerjaan proyek (387 & 388 KUHP) : 2 - 7 tahun, 100jt - 350jt
    • Seorang pemborong atau ahli bangunan atau penjual bahan bangunan, yang pada waktu membuat bangunan atau pada waktu menyerahkan bahan-bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang. Barangsiapa pada waktu menyerahkan barang keperluan Angkatan Laut atau Angkatan Darat melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.
  • Penggelapan (415 KUHP) : 3 - 5 tahun, 150jt - 750jt
    • Seorang pejabat atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan tersebut.
  • Pemalsuan dokumen (416 KUHP) : 1 - 5 tahun, 50jt - 250jt
    • Seorang pejabat/pegawai negeri atau orang lain yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum/dinas umum/pekerjaan yang bersifat umum terus-menerus atau untuk sementara waktu; dengan sengaja; membuat palsu atau memalsukan; buku-buku atau daftar-daftar/register-register yang khusus/terutama dipergunakan untuk pemeriksaan/melakukan pengawasan terhadap administrasi.
  • Penhilangan dokumen (417 KUHP) : 2 - 7 tahun, 100jt - 350jt
    • Seorang pejabat atau orang lain yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu yang sengaja menggelapkan, menghancurkan. merusakkan atau membikin tak dapat dipakai barang-barang yang diperuntukkan guna meyakinkan atau membuktikan di muka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang dikuasainya karena jabatannya, atau membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau memhikin tak dapat di pakai barang-barang itu, atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
  • Gratifikasi (418 KUHP) : 1 - 5 tahun, 50jt - 250jt
    • Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya., hahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
  • 419, 420, 423, 425, 435 KUHP : 4 - 20 tahun, 200jt - 1milyar
    • 419 : Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun seorang pejabat: (1.) yang menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakkannya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; (2.) yang menerinia hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat. atau oleh karena si penerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
    • 420 : Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun: seorang hakim yang menerima hadiah atau janji. padahal diketahui bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang menjadi tugasnya; barang siapa menurut ketentuan undang-undang ditunjuk menjadi penasihat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat tentang perkara yang harus diputus oleh pengadilan itu. Jika hadiah atau janji itu diterima dengan sadar bahwa hadiah atau janji itu diberikan supaya dipidana dalam suatu perkara pidana, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
    • 423 : Seorang pejabat dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
    • 425 : Diancam karena melakukan pemerasan dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun: 1. seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran, seolah-olah berhutang kepadanya, kepada pejabat lainnya atau kepada kas umum, padahal diketahuinya bahwa tidak demikian adanya; 2. seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan orang atau penyerahan barang seolah olah merupakan hutang kepada dirinya, padahal diketahuinya bahwa tidak demikian halnya; 3. seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas, seolah-olah sesuai dengan aturan-aturan yang bersangkutan telah menggunakan tanah negara yang di atasnya ada hak-hak pakai Indonesia dengan merugikan yang berhak padahal diketahui nya bahwa itu bertentangan dengan peraturan tersebut.
    • 435 : Seorang pejabat yang dengan langsung maupun tidak langsung sengaja turut serta dalam pemborongan, penyerahan atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian, dia ditugaskan mengurus atau mengawasinya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak delapan belas ribu rupiah.

Penyidikan

  • Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain.
  • Dalam hal ditemukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, dapat dibentuk tim gabungan di bawah koordinasi Jaksa Agung
  • Untuk penyidikan, tersangka wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya (dan harta benda istri, suami, anak, dan juga harta benda setiap orang/korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka).
  • Untuk penyidikan, hakim berwenang meminta keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka. Permintaan keterangan diajukan kepada Gubernur BI. Penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening tersangka atau terdakwa.
  • Penyidik berhak membuka surat dan kiriman melalui pos, telekomunikasi atau alat lainnya yang dicurigai mempunyai hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi.
  • Dalam hal tersangka meninggal dunia saat penyidikan, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan kepada Jaksa Pengacara Negara (atau diserahkan kepada instansi yang dirugikan) untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya.
  • Setiap orang wajib memberi keterangan sebagai saksi atau ahli (kecuali ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung, pasangan, anak dan cucu terdakwa).

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

  • Dalam waktu paling lambat dua tahun sejak UU ini berlaku, dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Keanggotaan Komisi tersebut terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.
  • Saat mulai berlakunya UU ini, UU No 3/1971 "Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi" dinyatakan tidak berlaku.
  • UU berlaku pada tanggal diundangkan

Penutup

Disahkan di Jakarta, 16 Agustus 1999
Presiden Republik Indonesia
Bacharuddin Jusuf Habibie

Menteri Negara Sekretariat Negara Republik Indonesia
Muladi

Isi (perubahan pertama)

Bahwa untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi, perlu diadakan perubahan atas UU No 31/1999 "Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi".

Sejak UU No 31/1999 diundangkan, terdapat berbagai penafsiran yang berkembang di masyarakat, khususnya mengenai penerapan UU tersebut terhadap korupsi yang terjadi sebelum UU No 31/1999 diundangkan. Hal ini disebabkan karena Pasal 44 UU tersebut menyatakan bahwa UU No 3/1971 dinyatakan tidak berlaku sejak UU No 31/1999 diundangkan, sehingga timbul anggapan adanya kekosongan hukum untuk memproses korupsi yang terjadi sebelum berlakunya UU No 31/1999.

Disamping itu, mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas, maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa. Yaitu dengan penerapan sistem pembuktian terbalik, yakni pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa.

Terdapat pula perluasan mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah. Selain yang diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa, juga diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan secara elektronik.

Diatur pula hak negara untuk mengajukan gugatan perdata terhadap harta benda terpidana yang tersembunyi dan baru diketahui setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.

Definisi pidana baru (non-KUHP)

1 - 5 tahun dan atau Rp 50 - 250 juta

  • memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pejabat agar pejabat tersebut berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya
  • bagi pejabat yang menerima pemberian atau janji, dipidana dengan pidana yang sama

3 - 15 tahun dan Rp 150 - 750 juta

  • memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim/advokat dengan maksud mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili / mempengaruhi pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili
  • bagi hakim / advokat yang menerima, dipidana dengan pidana yang sama

2 - 7 tahun dan atau Rp 100 - 350 juta

  • pemborong, pembuat bangunan atau penjual bahan bangunan yang melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan
  • setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang
  • setiap orang yang menerima penyerahan barang dan membiarkan perbuatan curang

3 - 15 tahun dan Rp 150 - 750 juta

  • pejabat yang menggelapkan uang atau surat berharga, atau membiarkan itu digelapkan orang lain, atau membantu melakukan perbuatan tersebut

1 - 5 tahun dan Rp 50 - 250 juta

  • pejabat yang memalsukan dokumen untuk pemeriksaan administrasi

2 - 7 tahun dan Rp 100 - 350 juta

  • pejabat yang menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai {barang, akta, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang} yang dikuasai karena jabatannya
  • termasuk yang membiarkan orang lain atau membantu orang lain melakukan hal itu

1 - 5 tahun dan atau Rp 50 - 250 juta

  • pejabat yang menerima hadiah atau janji, padahal hadiah atau janji tersebut diberikan karena kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya

(seumur hidup atau 4 - 20 tahun) dan Rp 200 juta - Rp 1 milyar

  • pejabat yang menerima hadiah atau janji, padahal hadiah dan janji tersebut diberikan untuk menggerakan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya
  • pejabat yang menerima hadiah, padahal hadiah tersebut diberikan sebagai akibat, atau disebabkan karena telah melakukan, atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya
  • hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
  • advokat yang menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan
  • pejabat yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri (atau orang lain) secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri
  • pejabat yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pejabat lain / kas umum, seolah-oleh pejabat lain / kas umum itu mempunyai utang kepadanya, padahal bukan utang
  • pejabat yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal bukan utang
  • pejabat yang pada waktu menjalan tugas, telah menggunakan tanah negara yang yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, telah merugikan orang yang berhak
  • pejabat, baik langsung maupun tidak langsung, turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya

Ketentuan pidana diatas tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5 juta. Bagi yang nilainya kurang dari Rp 5 juta, dipidana maks 3 tahun dan maks Rp 50 juta.

Pelaporan Gratifikasi ke KPK

Setiap gratifikasi kepada pejabat dianggap suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Dengan ketentuan : (1) nilai Rp 10 juta atau lebih, pembuktian dilakukan oleh penerima gratifikasi; (2) nilai kurang dari Rp 10 juta, pembuktian oleh penuntut umum. Pidana suap, 4 - 20 tahun dan Rp 200 juta - Rp 1 milyar. Pengecualian jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal penerimaan. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dalam waktu paling lambat 30 hari sejak menerima laporan, wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik menerima atau milik negara.

Pembuktian terbalik atas harta

Setiap orang yang didakwa melakukan salah satu tindak pidana korupsi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,3,4,13,14,15 dan 16 UU No 31/1999 dan Pasal 5-12 UU ini, wajib membuktikan sebaliknya terhadap harta benda miliknya yang belum didakwakan, tetapi juga diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan, harta benda tersebut dianggap diperoleh juga dari tindak pidana korupsi dan hakim berwenang memutuskan seluruh atau sebagian harta benda tersebut dirampas oleh negara.

Penutup

21 November 2001

Presiden Republik Indonesia
Megawati Soekarnoputri

Sekretaris Negara Republik Indonesia
Bambang Kesowo

Kasus

Suap penunjukkan langsung dari swasta ke menteri

SF divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan. Menurut majelis hakim, SF terbukti menyalahgunakan wewenang dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan guna mengantisipasi kejadian luar biasa (KLB) pada 2005. SF membuat surat rekomendasi mengenai penunjukan langsung. Ia juga terbukti menerima suap sebesar Rp 1,9 milyar, berupa Mandiri Traveller Cheque. Menurut hakim, uang tersebut diberikan karena ia menyetujui revisi anggaran untuk kegiatan pengadaan alat kesehatan. SF terbukti melanggar : [1]

  • Pasal 3 : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
  • Pasal 11 : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
  • Pasal 18 : Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah : a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut; b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebayak-banyaknya sama dengan harta benda yag diperoleh dari tindak pidana korupsi; c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun; d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
  • Pasal 55 (1) 1 KUHP : Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: 1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
  • Pasal 65 (1) KUHP : Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok yang sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.

Suap persetujuan dana bantuan provinsi dari swasta ke DPRD

KPK menetapkan Anggota DPRD Jawa Barat A dan S sebagai tersangka. Keduanya diduga terkait kasus dugaan suap pengurusan bantuan pada Kabupatan Indramayu 2017-2019. Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari jerat hukum mantan Bupati Indramayu yang kini sudah mendekam di tahanan. KPK menduga A menerima uang senilai Rp 750 juta dari C, pihak swasta. Pihak swasta tersebut telah divonis 2 tahun kepada karena terbukti menyuap Bupati Indramayu. Sementara itu, S diduga menerima uang Rp 1 milyar dari ARM. Uang itu merupakan bagian dari Rp 9,2 milyar yang diterima ARM dari C. Uang itu diberikan agar A & S memperjuangkan proposal pengajuan dana bantuan keuangan provinsi Jawa Barat untuk kegiatan peningkatan jalan di Indramayu. Pada waktu itu, A menjabat wakil ketua DPRD Jawa Barat dan R menjabat anggota DPRD Jawa Barat. Diduga A dan S beberapa kali menghubungi BAPPEDA Jawa Barat untuk memastikan diterimanya usulan pekerjaan jalan yang C telah ajukan di Indramayu. A & S disangkakan melanggar :[2]

  • Pasal 11 : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
  • Pasal 12 a : Ketentuan mengenai pidana penjara dan pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
  • Pasal 12 b : Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Masing-masing tersangka ditahan di Rutan KPK Gedung Merah Putih sejak 15 April 2021 sampai 4 Mei 2021.

Suap pengadaan barang dan jasa dari swasta ke Bupati

KPK menetapkan bupati bersama tiga orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa. Tiga tersangka lainnya yaitu Kepala Dinas PUPR, Kabid Sumber Daya Air/Pejabat Pembuat Komitmen Dinas PUPR dan direktur perusahaan swasta.[3]

Direktur perusahaan swasta selaku pemberi disangkakan melanggar :

  • Pasal 5(1) a & b : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya atau memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
  • Pasal 13 : Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Sedangkan sebagai penerima, pihak bupati dan rekan-rekannya disangkakan melanggar :

  • Pasal 12 a : Ketentuan mengenai pidana penjara dan pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12 tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
  • Pasal 12 b : Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliarrupiah).
  • Pasal 11 : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
  • Pasal 55 (1) 1 KUHP : Dipidana sebagai pelaku tindak pidana: mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;

Pemalsuan laporan pembangunan ruang kelas oleh Kepala Sekolah

MZ disebut berperan sebagai sosok yang membuat laporan pelaksanaan bantuan dari Kemendikbud Ristek tahun 2019, dengan total pagu anggaran Rp 3,8 miliar. "Dia yang buat laporan kemajuan proyek tersebut tidak sesuai dengan progresnya, dan tanda tangan pengawas dipalsukan," terang Kasi Pidana Khusus Kejari Bekasi. Pekerjaan pembangunan Unit Sekolah Baru dilakukan dengan sistem swakelola. Dalam perjalanan pekerjaan pembangunan tersebut, pengawas proyek tidak berada di lokasi dan diganti dengan MZ. Keterangan itu terdapat pada Surat Keputusan (SK) yang dibuat UK (Kepala Sekolah) sebagai ketua panitia. UK menunjuk MZ yang diketahui tidak memiliki kompetensi dalam pembuatan laporan kegiatan. Perbuatan ini diduga merugikan negara Rp 700 juta.[4]

Kedua tersangka dituntut dengan :

  • Pasal 2 : Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.
  • Pasal 3 : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
  • Pasal 9 : Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.
  • Pasal 18 : (1) Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai pidana tambahan adalah : a. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana di mana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut; b. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebayak-banyaknya sama dengan harta benda yag diperoleh dari tindak pidana korupsi; c. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun; d. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana. (2) Jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. (3) Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, maka dipidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.

Referensi

  1. Rakhmat Nur Hakim (2021) "Saat Eks Menkes Siti Fadilah Merasa Diserang Konspirasi Media Kala Tangani Wabah Flu Burung" Kompas
  2. Zaenal Aripin (15 April 2021) "Dua Anggota DPRD Jabar Ditahan KPK" Radar Bekasi
  3. Zaenal Aripin (16 Oktober 2021) "Bupati Muba Dodi Reza Ditetapkan Tersangka, Ini Kasusnya" Radar Bekasi
  4. Denis Arfian (5 November 2021) "Korupsi SMAN 19, Tambah Satu Tersangka" Radar Bekasi