UU No 8/2015
UU No 8/2015 "Perubahan atas UU No 1/2015 "Penetapan Perpu No 1/2014 "Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota" Menjadi UU"
Disahkan di Jakarta pada tanggal 18 Maret 2015 oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2015 oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly.
Perubahan
- Uji Publik dihapus
- "Tahapan pendaftaran bakal calon dan tahapan uji publik menjadikan adanya penambahan waktu selama 6 enam bulan dalam penyelenggaraan Pemilihan. Untuk itu UU ini bermaksud menyederhanakan tahapan tersebut, sehingga terjadi efisiensi anggaran dan efisiensi waktu yang tidak terlalu panjang dalam penyelenggaraan tanpa harus mengorbankan asas pemilihan yang demokratis."
- Pasangan calon kepala daerah dipaketkan dengan calon wakil kepala daerah
- "memperlakukan Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota secara adil dan setara" --> "memperlakukan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota secara adil dan setara"
- "Konsepsi di dalam Perppu adalah calon kepala daerah dipilih tanpa wakil. Di dalam Undang-Undang ini, konsepsi tersebut diubah kembali seperti mekanisme sebelumnya, yaitu pemilihan secara berpasangan atau paket."
- Batas dukungan minimal calon independen diperbesar
- Jumlah penduduk sampai 250.000 : 6,5% -> 10%
- Jumlah penduduk 250.000 - 500.000 : 5% -> 8.5%
- Jumlah penduduk 500.000 - 1.000.000 : 4% -> 7,5%
- Jumlah penduduk lebih dari 1.000.000 : 3% -> 6,5%
- Bracket untuk Provinsi : 2jt; 6jt; 12jt
- "Penambahan syarat dukungan bagi calon perseorangan dimaksudkan agar calon yang maju dari jalur perseorangan benar-benar menggambarkan dan merepresentasikan dukungan riil dari masyarakat sebagai bekal untuk maju ke ajang Pemilihan."
- Debat publik difasilitasi KPU dengan dana APBD.
- Moderator dilarang memberikan komentar, penilaian, dan kesimpulan apapun terhadap penyampaian materi debat dari setiap pasangan calon.
- Aturan putaran dua dihapus. Suara terbanyak langsung menang. Jika jumlah suara sama persis, pilih yang paling merata penyebarannya.[1]
- "Perlu diciptakan sebuah sistem agar pemilihan hanya dilakukan dalam satu putaran, namun dengan tetap memperhatikan aspek legitimasi calon kepala daerah terpilih. Berdasarkan hal tersebut, Undang-Undang ini menetapkan bahwa pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih."
Referensi
- ↑ Pasal 107,109