PLTP Kamojang

From   
Revision as of 06:37, 7 October 2023 by Altilunium (talk | contribs)
1918, JB Van Dijk, guru di HBS Bandung, menulis gagasannya melalui tulisan "Krachtbronnen in Italie" (Kekuasaan di Italia) yang terbit di majalah "Koloniale Studien". Keberhasilan Italia memanfaatkan panas bumi untuk energi listrik di Larnderello, Italia Tengah, menginspirasi Van Dijk untuk mendorong Pemerintah Hindia Belanda untuk melakukan hal yang sama. Namun ide itu ditanggapi dingin oleh pemerintah. Bahkan, berbagai pihak mengkritik tulisannya itu karena dianggap tidak masuk akal.

Hingga akhirnya tahun 1926 Pemerintah Hindia Belanda menggelontorkan dana untuk melakukan pengeboran di lapangan Kamojang. The Netherland East Indies Volcanological Survey, perusahaan milik Hindia Belanda, ditugasi untuk melakukan pengeboran.

Selanjutnya, bersama dengan perusahaan asal Selandia Baru, Geothermal Energy New Zealand Ltd, eksplorasi pun dimulai.

Hingga akhirnya PLTP Kamojang Unit 130 MW berhasil beroperasi pada tahun 1982. Dalam lima tahun kemudian, PLTP Kamojang Unit 2 dan Unit 3 pun beroperasi.

PLTP Kamojang, dengan kapasitas daya 140MW, terintegrasi bersama PLTP Darajat 55 MW dan PLTP Gunung Salak 180 MW dalam PLTP Kamojang Power Generaiton O&M Services Unit (POMU) 375 MW. Dengan 4 unit PLTP dari PLTP Darajat dan PLTP Gunung Salak, PLTP Kamojang POMU kini mengelola total 7 unit PLTP.
— CNBC Indonesia (July 24, 2021) "39 Tahun PLTP Kamojang, Tetap Andal Hasilkan Energi Bersih"
Kegiatan eksplorasi panas bumi di kawasan Kamojang sesungguhnya sudah dilakukan sejak 1926. Saat itu, pemerintah kolonial mendatangkan para insinyur dan peneliti dari Belanda untuk mengebor sejumlah sumur panas bumi di Kamojang.

Kegiatan pengeboran sumur panas bumi oleh Pemerintah Hindia Belanda ini terhenti pada 1928.

Kegiatan eksplorasi yang ditinggalkan Belanda ini baru dilanjutkan kembali setelah pemerintah RI memberikan hak eksplorasi kepada Pertamina di Area Kamojang pada tahun 1971. Bersamaan dengan itu, dilakukan pula kerja sama eksplorasi geotermal antara pemerintah Indonesia dengan Selandia Baru.

Pada tahun 1978, pengeboran sumur oleh Pertamina sukses menghasilkan uap panas bumi yang mampu memenuhi unsur keekonomian penggerakan turbin.

PLTP Kamojang Unit 1 dengan kapasitas 30 megawatt mulai beroperasi pada 1983. Setelah itu, pengembangan PLTP Kamojang pun terus berlanjut hingga Unit 5 yang mulai beroperasi pada 2015.

Saat ini PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGE) bertanggung jawab mengoperasikan PLTP Kamojang Unit 4 (60 MW) dan 5 (35 MW). Sedangkan PLTP Kamojang Unit 1, 2 dan 3 (total 140 MW) berada di bawah kendali PT Indonesia Power.

Total kapasitas terpasang pembangkit panas bumi di area Kamojang mencapai 235 MW. Dari kapasitas tersebut, area Kamojang ini setidaknya menyuplai asupan listrik ke 260 ribu rumah. Listrik dari PLTP Kamojang terhubung dengan sistem interkoneksi kelistrikan Jawa - Madura - Bali.

Untuk mempertahankan kapasitas pasokan uap pembangkit Kamojang, PGE menjadwalkan pengeboran sumur baru. Hal itu karena ada kecenderunagn penurunan produksi di lapangan panas bumi yang telah lama dibuka.

Saat ini, wilayah kerja panas bumi Kamojang memiliki 94 sumur untuk memenuhi kebutuhan uap PLTP Kamojang Unit 1 - 5. Dari 94 sumur yang ada, 59 merupakan sumur produksi, 9 merupakan sumur injeksi, 17 sumur monitoring, dan 9 sumur nonaktif (abandoned wells).
— Faisal Yunianto (Mei 22, 2023) Pembangkit geotermal Kamojang pelopor pemanfaatan energi berkelanjutan Antara